KONTRADIKSI DI DALAM TUBUH KOMODITI

Posted by WWW.MOLENGEN.COM on Minggu, 16 Oktober 2016

KONTRADIKSI DI DALAM TUBUH KOMODITI
Salah satu watak dari akumulasi kapital adalah keberlanjutan. Agar kapitalis tetap eksis dalam melakukan akumulasi kapital, kapitalis harus berpikir agar komoditi yang dijualnya di pasar terus mengalami permintaan dan untuk itulah salah satu cara yang dilakukan oleh kapitalis adalah membuat komoditi yang diciptakan oleh buruh dengan mutu yang rendah. Karena jika komoditi bermutu rendah, maka si konsumen tidak akan awet dalam mengkonsumsi komoditi yang dia belinya dari si kapitalis.
Nah, karena tidak awet, maka si konsumen akan membuang komoditi yang sudah tidak bisa dikonsumsinya lagi tersebut, tidak dikonsumsi karena mungkin karena sudah rusak atau mungkin juga sudah mengalami kelambatan dalam pengoperasionalannya sehingga harus diganti, setelah membuang komoditi yang telah tidak dapat digunakannya lagi, maka si konsumen pun akan membeli kembali komoditi serupa kepada si kapitalis. Dan dengan demikian, maka terjadilah keberlanjutan akumulasi kapital yang sudah tentu menguntungkan dan menggunungkan kantong uang si kapitalis.
Namun demikian, apabila komoditi diciptakan dengan mutu yang rendah, ancaman yang segera dihadapi oleh si kapitalis adalah ditinggalkan oleh konsumennya karena ada kapitalis lain—yang modalnya lebih besar—yang menawarkan komoditi yang sama dengan mutu yang lebih baik. Dan jika hal ini terjadi, maka si kapitalis yang bermodal kecil pun harus meningkatkan mutu komoditinya, namun dengan resiko rugi. Dan kerugian inilah yang kemudian memberikan kesempatan kepada kapitalis yang bermodal besar untuk menghancurkan kapitalis bermodal kecil dan setelah itu akan tampil memonopoli pasar.
Ketika sang kapitalis pemenang telah berhasil tampil memonopoli pasar, maka tindakan yang dilakukan selanjutnya adalah menghancurkan komoditinya sendiri yang bermutu baik dan kemudian menciptakan komoditi yang bermutu rendah demi untuk melakukan akumulasi kapital untuk kepentingan si kapitalis pemenang itu sendiri. Inilah rimba persaingan antar kapitalis yang bengis, dimana yang paling kuatlah yang memiliki kesempatan untuk tampil ke muka memasarkan komoditi-komoditi yang diciptakan oleh para buruh yang hidup dalam ketertindasan.
Kontradiksi komoditi tidak hanya terjadi di rimba persaingan pasar, tetapi juga terjadi di jantung mekanisme penghisapan hasil curahan kerja buruh upahan dalam bentuk “di satu sisi si kapitalis menginginkan keuntungan yang sebesar-besarnya, namun di sisi lainnya para buruh menginginkan upah setinggi-tingginya sesuai dengan curahan kerja yang telah diberikannya kepada komoditi yang berada di tangan kapitalis.” Kontradiksi ini dapat terjadi di bawah permukaan, tetapi dapat pula mencuat ke permukaan.
Ketika kontradiksi terjadi di bawah permukaan, pada saat itu sebenarnya buruh kesadarannya sedang terhegemoni, tidak sadar bahwa dia sedang ditindas, namun walau pun tidak sadar secara fisik perlawan-perlawanan terhadap penindasan itu bisa diamati dengan prilaku para buruh yang, misalnya, bosan dalam bekerja, merasa stres dalam bekerja, ngerumpi/menggosipkan prilaku si Boss yang menjengkelkan, rasa gembira yang meluap-luap ketika jam istirahat dan jam pulang sudah tiba, dan berbagai bentuk prilaku lainnya.
Meminjam pemikiran dari seorang psikoanalisis, Sigmund Freud, walau pun orang terlihat tenang, namun di alam bawah sadarnya terjadi gejolak yang ditampakkannya dalam prilaku-prilaku yang tidak disadarinya dimana prilaku tersebut tidak ditampakkan sebagai prilaku terang-terangan melawan si penindas.

Selain prilaku perlawanan dapat terjadi di bawah permukaan, sebagaimana telah penulis sebutkan, prilaku perlawanan ini dapat mencuat ke permukaan ketika kesadaran kritis para buruh telah terbentuk, perlawanan-perlawanan ini bisa muncul dalam berbagai bentuk, namun hal yang sering tampak dari perlawan terang-terangan ini adalah seperti mogok kerja, demonstrasi menuntut kenaikan upah, menolak sistem kerja kontrak (outsourching) atau pembentukan serikat-serikat buruh demi untuk mengkritisi kebijakan perusahaan-kapitalis.

Blog, Updated at: 05.27.00

0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog